Senin, 04 Oktober 2010

Pesan Moral Dari Jayawijaya

DINGINNYA udara dan tebal kabut tidak menyurutkan niat para pendaki yg tergabung dalam tim Ekspedisi Tujuh Puncak Dunia utk merayakan peringatan Hari Bumi di kawasan es Nggapulu, Pegunungan Jayawijaya, Papua, Kamis (22/4), atau di ketinggian sekitar 4.700 meter dpl.
Di kawasan yg jaraknya sekitar 150 meter lagi menuju Puncak Nggapul atau Soekarno tsb, mereka merenungkan arti penting bagi kondisi lingkungan saat ini. Pemanasan Global, perubahan iklim, kerusakan hutan, dan alih fungsi lahan membuat bencana semakin dekat pada manusia.
Sekitar 23 orang yg tergabung dalam tim Alfa dan tim Bravo Ekspedisi Tujuh Puncak Dunia ini memiliki asa yg sama, yaitu perubahan perlakuan lingkungan utk kehidupan Bumi yg lebih baik.
Dari lebah Danau-Danau, tim Bravo berangkat sekitar pukul 08.00 WIT atau 06.00 WIB. Tim menempuh perjalanan sekitar 4 jam sebelum mencapai lokasi lokasi yg dituju, padang es yg diapit puncak Nggapulu dan Puncak Soemantri.
Sehari sebelumnya atau pada Rabu (21/4), tim Alfa sdh lebih dahulu berada dikawasan puncak Nggapulu. Mereka mendirikan tenda utk berlatih menginap di atas medan es. Tujuannya, agar mereka terbiasa dgn medan dan suhu ekstrim yg nantinya akan mereka hadapi di puncak-puncak gunung tertinggi lainnya.
Setelah kedua tim bertemu di atas medan es, mereka kemudian mendaki dgn berpegang tali agar dpt bergerak bersama. Namun, pekatnya kabut cukup menghambat perjalanan tim. Jarak pandang hanya sekitar 3 meter. Belum lagi dinginnya udara dan hujan yg mendera anggota tim. Agar tdk menggigil kedinginan, semua pendaki harus bergerak dan berjalan dalam jarak dekat.

Setelah tiba di padang es, sesama anggota tim saling mengamit tangan. Mereka mengheningkan cipta sejenak, kemudian disambung dgn nyanyian penyemangat. Ketua Harian Ekspedisi Tujuh Puncak Dunia Yopie Rikson membuka sambutan dalam ”seremoni” kecil itu. Dia menekankan, kegiatan ini hanya utk memberi pesan soal kerusakan lingkungan.

Anggota Wanadri angkatan 1968/1969 yg tergabung dalam Tim Bravo, Iwan Hignasto (58), mengungkapkan, perayaan Hari Bumi di kawasan es Nggapulu ini juga utk memberikan kesadaran secara luas kpd masyarakat akan ancaman pemanasan global.
"Pemanasan global membuat es menyusut di pegunungan Jayawijaya ini begitu pesat. Ada juga gejala lokalyg timbul, seperti banjir dan kekeringan," kata Iwan. Anggota Wanadri lainnya, Renny Tjahari (65), mengajak seluruh masyarakat agar mau bertindak sesuatu sesuai dgn kompetensi masing-masing. "Dengan menanam pohon atau mengurangi kegiatan yg menghasilkan polusi," ucapnya

Pemimpin Berani
Selain kesadaran masyarakat, menurut Erry Ryana Hardjapamekas, mantan Ketua Komisi Pemberantas Korupsi, yg tergabung dalam Tim Bravo, utk menangani persoalan lingkungan yg semakin parah dibutuhkan juga kebijakan yg berani dari pemimpin bangsa, baik dari kalangan eksekutif maupun legislatif.
Seperti halnya korupsi, kata dia, penanganan kerusakan lingkungan harus dgn kepastian hukum. Pemerintah bisa saja memberikan batasan masa pelanggaran yg dpt diampuni jika memang kesulitan mendeteksi waktu pelanggaran. "Misalnya, pemerintah mengampuni pelanggaran lingkungan yg pernah dilakukan hingga tahun 2000. Dengan catatan, perusak lingkungan harus memberikan denda senilai 50 persen sesuai dgn tingkat kesalahannya,"kata Erry.
Namun, setelah tahun yg ditentukan, pemerintah harus memberikan hukuman berat agar terdapat efek jera bagi perusak lingkungan meskipun berasal dari perusahaan besar. "Hanya saja, butuh pemimpin yg berani mengambil resiko utk membuat keputusan yg tdk populis tsb," kata Erry.
Tidak adanya keputusan yg tegas utk menindak perusak lingkungan, seperti perambah hutan secara liar, pertambangan ilegal, dan pelaku eksploitasi sumber daya alam secara masif, membuat dampak pemanasan global tdk akan bisa dicegah. Iwan menambahkan, parahnya dampak pemanasan global sekarang ini membuat masyarakat dunia beradaptasi dgn perubahan lingkungan, tdk lagi melakukan mitigasi.
Seusai upacar, tim kembali turun ke kamp terakhir di Lembah Danau-Danau. Selama perjalanan turun, mereka mengumpulkan sampah anorganik, baik yg mereka hasilkan maupun yg mereka temukan di sepanjang jalur, utk konservasi. Tak pelak, kampanye "kecil" tim ekspedisi pd hari Bumi ini memang ingin memberikan pesan moral bagi pemimpin bangsa. Keselamatan lingkungan hanya akan menjadi wacana jika pemimpinnya terus membiarkan eksploitasi lingkungan secara besar-besaran berlangsung.[-O-]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar