Rabu, 30 Maret 2011

Mereka Yang Lahir di Luar Harapan

Di TPU Genteng Keniten, Kecamatan/Kabupaten Ponorogo, anak laki-laki yg “dibuang” orangtuanya di Mangunsuman, Siman, Ponorogo, mengakhiri eksistensinya di dunia ini, Sabtu (7/3). Pukul 21.55, Jumat (6/3), nafasnya berhenti di RSUD Dr Harjono, Ponorogo.
Adanya benda asing berupa biscuit di dalam paru-parunya, disebut aspirasi, diperkuat hasil pengecekan laboratorium berupa leukosit yg tinggi sbg tanda adanya infeksi, menjadi penyebab meninggalnya anak itu.
"Sepertinya sebelum dibuang, anak itu dipaksa makan biskuit dalam jumlah banyak sehingga biskuit biskuit bisa masuk ke pau-paru. Mungkin saja anak diberi makan yg banyak supaya tdk kelaparan," kata Dr. Rony Julianto, dokter yg merawat anak itu di RSUD Harjono.
Di pinggir jalan raya Ponorogo-Kecamatan Pulung, persisnya di Kelurahan Mangunsuman, seorang anak malang tdk diketahui identitasnya ditemukan warga setempat meringkuk di dalam kardus bekas televisi, sekitar pukul 05.30, Jumat (6/3) Bersama anak itu terdapat sejumlah pakaian anak di dalam kantong plastik. Kondisinya sangat menggenaskan. Anak yg usianya diperkirakan sekitar enam tahun itu sangat kurus, beratnya tdk sampai 10 kg (normalnya bisa 20-25 kg). Pertumbuhan kaki dan tangannya tdk sempurna. Selain itu, dia tdk bisa ngomong. Dia hanya bisa menangis.
Menurut dr.Rony, anak itu cacat sejak lahir Itulah yg menyebabkan bentuk tangan dan kakinya tdk sempurna. Anak itu juga mengalami retardasi mental yg membuatnya tdk bisa berbicara. Bisa jadi, kondisi anak yg cacat inilah yg membuat orangtua atau keluarga anak itu tega membuangnya. Tentu dgn harapan ada orang lain yg menemukannya dan mau merawatnya. Namun, apakah hal itu suatu yg dibolehkan? Pasti tdk jawabannya.
Hal seperti ini bukan kali pertama terjadi. Tgl 23 Novenber 2007, ada pula anak yg kondisinya tdk sempurna, "dibuang" keluarganya di pasar besar, Madiun. Anak yg diperkirakan masih berusia sekitar tiga bulan itu berkepala sangat besar atau dalam bahasa medisnya terkena penyakit hydrocephalus berat. Anak yg kemudian diberi nama Nus Ahmad itu lalu dirawat di ruangan Melati RSU dr.Sudono, Madiun. Sampai kemarin,, Nur Ahmad yg lingkar kepalanya sampai 72 cm, atau dua kali lebih besar dari ukuran normal pada bayi seusianya, masih berada di salah satu ruangan di Melati.
Namun, ukuran kepalanya yg terlalu besar membuat gerak Nur sangat terbatas. dia hanya bisa menggerakkan tangan dan kakinya dalam posisi badan terlentang. Tdk bisa memiringkan badan ke kiri/kanan, merangkak, duduk, atau berjalan seperti anak lain seusianya.
Kehidupan Nur sekarang sepenuhnya bergantung pd kasih sayang perawat-perawat di ruang Melati yg secara bergantian merawatnya, menggantikan peran yg seharusnya diberikan oleh orangtuanya.
Sosiolog dari Univ. Airlangga, Surabaya, Bagong Suyanto, menilai anak-anak yg lahir tdk sempurna yg dibuang orangtuanya ini termasuk kelompik yg kelahirannya tdk dikehendaki atau tdk sesuai dgn harapan orangtuanya. Orangtua lalu memilih membuang atau bahkan dalam beberapa kasus rela membunuhnya.
Anak-anak itu dianggap sebagai aib keluarga yg membuat orang tua atau keluarganya malu. Kasus ini terus terjadi di Indonesia karena orang tua anak atau pun keluarganya yg berpendidikan rendah sehingga memilih mengambil jalan pintas (membuang atau membunuh anak itu) utk menghilangkan aib tsb.
Disamping faktor pendidikan, menurut Dekan Fakultar ISIP Universitas Merdeka, Madiun, Bambang martin baru, ada pula faktor moralitas dan kemiskinan. Tdk dapat dipungkiri, kemiskinan menjadi faktor penghambat dominan bagi seseorang utk bisa memahami secara utuh tentang kehidupan.[-O-]

Roy Suryo Mengaku Khilaf

Pangkat atau jabatan yang terhormat sering kali dipandang tidak ubahnya keris yang memiliki ‘kesaktian’. Begitu keris itu ditunjukkan, seketika itu pula orang yang melihatnya akan tertunduk, luluh tak berdaya.
Itulah mengapa banyak pejabat yang terang-terangan menenteng pangkat, jabatan, atau kedudukannya untuk keperluan lain di luar jabatannya. Mulai dari meluluhkan hati polisi lalu lintas yang mencoba menilangnya hingga meminta fasilitas untuk mendapatkan kenyamanan. Itulah pula yang mungkin ingin diterapkan anggota Komisi I DPR Roy Suryo saat bepergian menggunakan pesawat. Pada Sabtu (26/3/2011), Roy hendak bepergian menggunakan Lion Air menuju Yogyakarta. Ia memegang tiket untuk penerbangan 07.45 WIB, namun ia mencoba meminta untuk terbang lebih awal.
Keinginannya itu dikabulkan dan ia pun mendapat tempat duduk pada penerbangan pukul 06.15 WIB. Ia pun dengan santai duduk bersama istrinya di kursi yang tertera di boarding pass miliknya. Namun, ia kaget ketika datang penumpang lain yang ternyata memiliki nomor tempat duduk yang sama. Apalagi penumpang tersebut menunjukkan bahwa ia pemegang tiket untuk penerbangan 06.15.
Cek-cok mulut pun tidak bisa dihindarkan. Keduanya sama-sama yakin bahwa dialah yang paling berhak atas tempat duduk itu. Akibatnya, penumpang lain pun terpancing hingga akhirnya suasana menjadi gaduh. Pramugari dan petugas penerbangan kemudian turun tangan.
Setelah cek sana cek sini, lihat sana lihat sini, petugas dan pramugari itu menyatakan bahwa Roy salah memasuki pesawat. Roy tak berhak menduduki kursi itu dan harus meninggalkan pesawat. Petugas itu memintanya turun dengan alasan Roy telah mengganggu penerbangan.
Tentu saja, Roy tidak terima dikatakan seperti itu. Ia pun balik menggertaknya dengan mengeluarkan ‘jurus maut’, yakni jabatannya sebagai anggota DPR yang terhormat.
“Bapak tahu siapa saya sebenarnya?” kata Roy penuh percaya diri. Kontan petugas tadi kaget mendengarnya, tapi ia malah diam. Roy kembali mempertegas gertakannya, dengan mengatakan, “Tahu enggak saya ini siapa? Cek dong,” tegasnya.
Entah gentar atau memang karena bukan lawannya, petugas yang menurut Roy berpenampilan seperti Satpam itu kemudian meninggalkan Roy. Mungkin ia tahu kalau Roy adalah anggota DPR yang terhormat. Atau paling tidak ia tahu lewat media gosip bahwa ia bukan orang sembarangan, orang yang ahli menerawang apa yang ada di balik gambar atau video porno.
Namun, petugas itu tak kehabisan akal. Ia balik lagi membawa ‘lawan’ yang sebanding untuk Roy. Ia membawa petugas counter yang memberinya tempat duduk. Petugas ini rupanya sudah biasa menghadapi banyak orang dari berbagai macam kalangan. Ia tak gentar menghadapi Roy dan mengambil keputusan yang sama dengan petugas tadi, Roy harus turun dan meninggalkan pesawat itu.
Roy kini tak bisa berbuat apa-apa lagi. Senjata ampuhnya ternyata tumpul menghadapi petugas counter tadi. Apalagi, dalam posisi terdesak itu, penumpang lain ikut nimbrung mengusirnya. Roy pun kini berhadapan dengan ‘musuh’ baru, yakni penumpang lain. Ia mencoba melayani penumpang itu dengan balas menggertak, meminta mereka untuk tidak turut campur, karena ini urusannya dengan Lion Air.
Namun, penumpang pun tidak mundur dengan perkataan Roy itu dan tetap memintanya turun. Roy akhirnya luluh oleh serbuan bertubi-tubi itu. Apalagi ada penumpang yang meneriakinya, ‘goblok’. Ia pun kemudian turun dan meninggalkan pesawat itu.
Roy mengakui ia khilaf membawa-bawa jabatannya itu untuk menggertak petugas penerbangan tersebut. Tidak seharusnya ia membawa-bawa jabatan untuk menggertak orang. “ Saya akui itu, saya khilaf karena dia menyuruh saya turun, (alasannya) karena mengganggu penerbangan. Manusia tidak ada yang sempurna, pasti pernah salah. Saya minta maaf kok dan menyalami semuanya," ujarnya kepada INILAH.COM, Selasa (29/3/2011).
Kekhilafan itu boleh jadi menyadarkan dan membuka wawasan bahwa jabatan tidak selamanya bisa membuat semua orang mengikuti keinginannya. Jabatan hanya akan berfungsi di tempat bekerja. Jabatan yang terhormat sekalipun tidak bermanfaat jika digunakan bukan pada tempatnya, tidak bisa membawanya terbang, tidak pula sekadar untuk menumpang duduk.[-O-]

Selasa, 29 Maret 2011

Taiwan Dalam Dekapan

Namanya boleh jadi belum terlalu mengaung utk dijadikan destinasi utama ketika berlibur. Padahal, Taiwan punya beragam keunikan yg menarik utk ditelusuri dan menyimpan “kejutan” tersendiri.
Bagi sebagian masyarakat Indonesia sendiri, Taiwan jadi makin dikenal setelah booming drama seri “Meteor Garden” beberapa tahun lalu. Apa lagi kalau bukan gara-gara kelompok penyanyi F4 yg bermain di dalam drama seri tsb. Lewat ceritanya yg lucu plus menguras air mata, drama seri ini sukses menghipnotis sebagian masyarakat Indonesia.

Namun sebenarnya Taiwan punya lebih dari itu. Contoh mudahnya, bukan tanpa alas an jika bangsa Portugis dulu menjulukinya “Ilha Formosa” yg berarti pulau cantik, ketika datang pertama kali di awal abad 17. Taiwan memang diberkahi kekayaan alam yg cantik dgn daerah pegunungan yg selalu berhasil memikat hati orang banyak, nilai histori yg tinggi, dan budaya yg tak kalah seru utk ditelusuri.

Berniat menjelajah Taiwan?

Telusur malam

Taiwan memang kini berubah menjadi kota metropolis yg cantik. Taipe, ibukotanya, pun begitu menarik untuk ditelusuri dan biasanya dari sinilah perjalanan menelusuri Taiwan dimulai.

Kalau mau melihat sudut Taipe yg lain, cobalah telusuri di kala malam. Kota ini terlihat begitu hidup dan cantik ketika matahari tenggelam. Sudut-sudut kota seolah bermandi cahaya berkat permainan lampu yg ada. Namun, kunjungan yg utama kalau sdh di Taipe tentu saja menuju Taipe 101. Gedung dgn tinggi sekitar 508 ini meter kini menjadi ikon Taipe yg mengundang rasa penasaran banyak orang.

Di sinilah tempat utk berbelanja barang-barang bermerek Internasional dan utk mendapatkan pengalaman bersantap yg berbeda. Dari ketinggian gedung ini pula, kota Taipe secara keseluruhan dpt dapat dinikmati dgn bumbu adrenalin. Yaitu menuju lantai 86 utk pengamatan dari dalam ruang melihat pemandangan kota Taipe dari ketinggian atau langsung ke lantai 91 utkpengamatan dari luar (outdoor observatory) yg lebih mendebarkan. Pengalaman unik pun sdh terasa sejak menggunakan lift menuju lantai yg dimaksud. Bayangkan, dari lantai 5 menuju lantai 86 hanya butuh waktu kurang dari 40 detik, berkat kecepatan yg mencapai 60 km/jam.

Di sini juga biasa diadakan perayaan malam tahun baru dgn kembang api ygspektakuler dan berpesta bersama masyarakat lokal.


Xi Men Ding

Kalau mau mengetahui gambaran singkat akan kehidupan anak muda Taiwan, Xi Men Ding bisa menjadi sasaran. Ibarat area Harajuku di Jepang, Xi Men Ding memang begitu hidup dgn beragam kegiatan seperti street performance, pertunjukan musik luar ruang, utk pengenalan album baru, serta menjadi tempat bagi mereka yg punya kesadaran tinggi akan dunia fesyen.

Area ini dijejali berbagai toko yg menjajakan fesyen terkini,buku, gadget. aksesori, hingga menjadi surga bagi para film mania dan musik mania dgn beragam koleksi apik.


Budaya

Siapa yg menyangka bahwa justru di Taiwan lah kita bisa melihat keagungan budaya cina terlengkap? Tepatnya di National Palace Museum, yg punya koleksi lebih dari 700.000 lukisan, batu berharga, buku, kaligrafi, dan keramik dari dinasti Sung, Yuan Ming, dan Qing. Museum ini juga mengadakan pameran yg koleksinya digilir tiap tiga bulan sekali dgn sekitar 60.000 artefak yg dipamerkan setiap tahunnya. dengan kata lain, butuh waktu lebih dari 12 tahun utkbenar-benar melihat setiap koleksinya.


Kaohsiung.

Inilah kota terbesr di Taiwan, setelah Taipei, yg merupakan kota pelabuhan. Ada beberapa obyek warna yg selalu didatangi jika sdh ke area selatan Taiwan ini, salah satunya adalah menuju Love River.

Dinamakan demikian karena memang sungai ini punya kisah cinta klasik yg menjadi mitos. Sungai ini terlihat begitu cantik di malam hari dgn permainan lampu yg menciptakan atmosfer romantis. Sekitar tepi sungai ada banyak kafe dan toko, sehingga alangkah baiknya jika menyempatkan waktu bertandang ke sini.[-O-]

Selasa, 22 Maret 2011

NGAWUR

Ngawur adalah suatu sikap atau tindakan yg dianggap tidak memenuhi kepatutan logika kebiasaan atau aturan yg secara umum disepakati atau dianjurkan karena dianggap baik dan benar. Di suatu masyarakat yg menghargai ketertiban dan aturan, tindakan ngawur sedapat mungkin dihindari. Tindakan ngawur dapat menimbulkan resiko bagi diri sendiri atau orang lain.
Masyarakat yg menghargai ketertiban dan aturan tdk menyukai tindakan ngawur, karena segala ukuran perilaku umum yg dianggap layakmenurut asumsi kebiasaan dan aturan telah ditera dan dijalani bersama sebagai sebuah kepatutan. Contohnya banyak. Kentut di muka umum itu dianggap tdk patut. Kencing di sembarang tempat dianggap tdk baik buat orang tahu adab. Menjitak kepala orang tua juga dianggap tindakan ngawur. Ngeyel asal ngeyel demi ngeyel termasuk tindakan ngayur juga. Persis sama seperti sikap “pokoknya.” Pokoknya tdk setuju, misalnya. Masalahnya bukan terletak pd hal “tidak setuju”, tetapi pada hal “pokoknya”. Dalam prinsip “pokoknya” terselip sikap dasar mata gelap ngawur.
Tapi sekarang, sikap dan tindakan ngawur itu telah menjadi cirri bersama yg telanjang di muka umum. Sikap dan tindakan ngawur-perilaku ngawur-ngawuran-cenderung dianggap sebagai perilaku biasa. Ngawur tak lagi dianggap aneh. Tak ada anggapan keliru bagi tindakan ngawur yg mestinya dicela secara umum. Perilaku sembarangan berlalu-lintas yg awur-awuran di kota Jakarta, misalnya, tentu tak dapat diklasifikasikan sebagai cermin masyarakat beradab yg menghargai ketertiban dan aturan. Apa pun alasannya, cara berlalu-lintas di Jakarta dapat dikategorikan sbg chaos yg tak ketulungan.. Hukum, aturan, dan sopan santun berlalu lintas tak lagi banyak digubris. Tetapi pengabaian hukum, peraturan, dan sopan santun-semua orang tahu tak hanya terjadi di jalanan. Ngawur itu telah menjadi gejala umum. Gejala anomali umum telah menjadi penyebab atau ekses publik, mengapa yg ngawur tak lagi dianggap ngawur. Yg keliru dianggap normal, yg salah bisa jadi benar. Yg aib dianggap wajar, yg paling buruk pun tak lagi dianggap sbg gangguan. Ngawur dianggap perlu!
Ngawur sebagai suatu cara menjadi tindakan terpilih (preferable) demi kepentingan menggantang untung. Padahal di dalam suatu masyarakat yg sungguh-sungguh normal, keadaan (kultur) ngawur seperti itu sudah harus menjadi tanda bahaya bersama akan terjadinya ekses degradasi sosial. Sinyal lampu kuning sudah harus lama berkedip-kedip, bila misalnya- di suatu negara yg mengaku diri tertib dan beradab ada terlalu banyak pejabat dan petinggi negara yg masuk penjara karena perkara pidana. Tapi di sini siapa yg peduli? Masak pemuka agama yg menjadi fungsionaris panutan negara masuk bui karena korupsi?
Panitia konstitusi pemilihan umum, sebagai manusia terpilih yg menjadi perhatian publik dan dianggap sukses melakukan tugas, malah bareng-bareng masuk bui semua karena terkena kasus korupsi. Pemimpin organisasi nasional di bidang olah raga paling populer mengendalikan kepemimpinan organisasinya dari balik jeruji bui. Kok seperti bos bandar narkoba yg mengatur bisnis gelapnya dari penjara hitam yg kelabu? Para bekas terpidana pun hendak diusulkan boleh menjadi kandidat terpilih dalam pemilihan umum. Apa untuk menjadi kandidat dalam pemilu itu tak perlu surat keterangan berkelakuan baik? Para jaksa, hakim, pengacara yg seharusnya menjadi pengatur praktek kebaikan regulasi dunia hukum dan keadilan- malah menghuni ruang-ruang bui yg mereka ciptakan sendiri bagi orang-orang yg seharusnya justru mereka hukum. Benar-benar absurb. Pejabat tinggi negara menganjurkan pembangkangan terhadap pemanggilan Komnas HAM- sementara orang ramai berteriak-teriak lantang setiap hari tentang etos HAM? Ngawur!
Derita bencana alam dan kemanusiaan malah dilihat sebagai proyek pembuka peluang menangguk untung. Hibah bantuan penderitaan orang lain ditilep buat keuntungan diri sendiri. Derita kemiskinan rakyat kebanyakan dikemas sebagai subyek kampanye politik partai demi kekuasaan. Manusia yg di depan publik sudah jelas tak becus menjadi pemimpin, malah getol dan bersemangat hendak mencalonkan diri untuk menjadi orang nomor satu Republik. Ngawur tenan!
Dengan mata telanjang semua orang tahu jungkir baliknya tawar menawar perilaku politik, hukum, dan bisnis ekonomi di bawah atap-atap rumah eksekutif, legislatif, dan Yudikatif. Bisnis dagang sapi perah politik-hukum dan ekonomi terjadi di ruang-ruang parlemen, lembaga departemen negara, dan ruang-ruang peradilan. Paradoks ketertiban sipil terjadi di mana-mana. Agenda politik, hukum, dan ekonomi menjadi tontonan proyek adu untung di ranah civic yg terbuka untuk disimak. Ngawur-ngawuran!
Tetapi ketika anda menyimak caci maki sumpah serapah-seperti tulisan ini misalnya- andapun tak lagi bereaksi. Semua telah menjadi biasa. Barangkali, kita orang sudah anomalously overloaded (sudah jenuh dgn hal-hal menyimpang)-sehingga hal-hal yg tdk normal dianggap menjadi barang biasa. Orang tak lagi gumun (terperangah) terhadap hal-hal yg semestinya dianggap aneh. Orang kehilangan orientasi terhadap baik-buruk, salah-benar, dan seterusnya-karena gejala anomali sbg ekses dari tak tercegahnya perilaku ngawur umum yg sdh berlarut-larut. Semua dibalik-balik seperti menjungkir kepala di bawah kaki. Humman error (kelalaian manusia) dibilang bencana alam. Orang tak mengerti, bahwa human error itu juga bencana. Untuk mengerti butuh kecerdasan. Utk bisa cerdas butuh latihan dan pendidikan yg baik dan benar. Tapi justru subjek itulah-pendidikan yg baik- yg tak kita miliki. Bagaimana orang mau jadi pintar? Mau ngawur terus? Waduh...ngawur umum itu bencana juga lho?[-O-]

Senin, 21 Maret 2011

Memaknai Perjuangan Kartini Kini

Merayakan hari Kartini 21 April, Komnas perempuan meminta seluruh jajaran pemerintah memperingati hari tsb dgn kegiatan yg dirancang utk mendalami perjuangan perempuan dan memberi penghargaan kpd perempuan di komunitas masing-masing.
Dengan demikian, peringatan hari Kartini tdk lagi dilakukan dgn mereduksi Kartini menjadi sekedar symbol tradisionalisme perempuan dgn, misalnya, kewajiban berkebaya dan lomba masak-memasak.
Komnas HAM Perempuan memperingati Hari Kartini di kantor Komnas Perempuan, Selasa (21/4), dgn merayakan perjuangan perempuan penyintas (survivor) dari berbagai kasus pelanggaran berat HAM dan penghilangan paksa yg sampai hari ini belum ada pertanggungjawaban dari Negara dan pelaku. Mereka ada yg menjadik 1965, Daerah Operasi Militer (DOM) di Papua, konflik Poso, korban peristiwa Semanggi 1988, hingga Suciwati yg pelaku pembunuhan suaminya, Munir, hingga kini belum diungkap Negara.
Siangnya, mereka dgn difasilitasi Komnas Perempuan, Kontras, Elsam, Ikohi, dan ICTJ berbagi pengalaman dgn dua anggota Ibu Plaza de Mayo, Argentina, yaitu Tati Almeida (79) dan Aurora Morea (84) yg berjuang dari 1976-2006.
Keduanya mewakili para ibu yg memperjuangkan kebenaran, keadilan, dan ingatan utk tdk melupakan penghilangan paksa terhadap 30.000 anak dan anggota keluarga mereka pd tahun 1976-1983. mereka menutup kepala dgn kain segitiga bertuliskan nama anak mereka yg hilang dan memakai pin bergambar anak mereka.
Ketua subkomisi Pengembangan Sistem Pemuliha Azriana yg memandu diskusi pagi hari mengatakan, perayaan ini utk memberi ruang kpd para ibu penyintas yg terus berjuang menegakkan HAM dan demokrasi.
"Gerakan perjuangan belakangan agak jenuh karena negara lambat menyelesaikan kasus pelanggaran berat HAM. komna Perempuan inginmemberi energi baru kpd para Kartini ini, untuk meneruskan perjuangan mereka," kata Azriana.

Kekerasan Militer
Tinneke Rumbaku (66) dari desa Anggraide, Biak Numfor, Papua, misalnya, menjadi korban kekerasan militer karena dituduh membantu gerakan separatis. Para perempuan juga menjadi korban kekerasan dari komunitas dan keluarga yg menganggap perempuan korban ini membawa aib.
Ny. Netti (45), ibu dari dua putri, kehilangan suaminya, kepala Desa Paleru, Morowali, Sulawesi tengah, dalam konflik Poso. meskipun pengadilan telah mengadili pelaku, konflik meninggalkan persoalan keluarga yg jatuh miskin dan anak tdk bisa sekolah karena kehilangan ayah.
Taty Almeida dan Aurora Morea mengajak para ibu utk terus memperjuangkan pencarian keadilan dan kebenaran dgn terus menanyakan keberadaan anggota yg hilang. "Kita tdk boleh berhenti. Anda sdh 10 tahun berjuang. yg menggerakkan kami adalah kecintaan kpd anak-anak kami," kata Taty yg kehilangan anak laki-lakinya, Alejandro Almeida, mahasiswa kedokteran.
Aurora kehilangan anaknya, Susana, dan menantunya yg juga arsitek, serta saudara menantunya tahun 1976. dia ters mencari ke kantor-kantor pemerintah. Dalam mencari itu dia bertemu dgn 14 ibu pendiri yg berkumpul di Plaza de Mayo di depan casa Rosada, istana Presiden Buenos Aires, Argentina. Perjuangan itu antara lain menghasilkan komisi pencari fakta yg merekomendasikan pengadilan bagi pelaku penghilangan dan membukukan temuan mereka dalam buku "Tidak Lagi". Kini keduanya berjuang utk pendidikan dan kesehatan gratis serta penyediaan lapangan kerja.[-O-]Rata Penuh

Sabtu, 05 Maret 2011

Yang Muda yg Bermimpi

Katanya, masa muda adalah masa dimana begitu banyak "gunung impian" yg ingin didaki, "hutan pengalaman" yg menanti ditelusuri, dan "gua ilmu" yg siap digali. Persoalannya, dari lebih dari tujuh puluh juta orang muda di Indonesia banyak yg tergoda menyia-nyiakan waktu mereka.
ALIH-ALIH meraih mimpi, mereka mengisi masa mudanyadgn pergaulan atau kebiasaan yg buruk. Dibutuhkan upaya dan kesempatan utk mendorong tumbuhnya minat utk meraih mimpi yg baik dan positif.
Menggapai Mimpi
Dalam perjalanan meraih mimpi, beragam masalah kerap menghadang. Terkadang beratnya masalah yg dihadapi membuat jalan seakan buntu. sehingga timbul keinginan utk berhenti dan mengakhiri usaha meraih mimpi. Padahal separuh perjalanan sdh ditempuh.
Dalam kondisi demikian, ada baiknya belajar kpd Hee Ah Lee. Pianis dgn keterbatasan fisik ini mampu menunjukkan kepiawaiannya dalam memainkan tuts piano, yg membuatnya tdk hanya tenar di negara tanah kelahirannya Korea, tetapi hampir seluruh dunia mengenal dia. Oleh karena itu, sekaranglah saatnya utk membuka mata lebar-lebar, melihat suatu permasalahan dari kaca mata yg berbeda. Siapa tahu ada kesempatan dan peluang di jalan lain.
Terkait hal itu, Star Mild seolah mampu melihat impian yg menjadi obsesi diantara anak muda dan menawarkan sesuatu yg berbeda. Dengan slogan "ada obsesi, ada jalan" Star Mild mengadakan suatu acara yg bisa mewadahi obsesi anak muda, Obsesiland. Pertama kalinya, Obsesiland digelar di Sabuga, Bandung, pd tgl 29 November 2009. Obsesiland ini bisa menjadi ajang bagi setiap orang yg ingin selangkah lagi mendekati pd mimpi.
Acara ini menghadirkan beberapa Obsesi Expert seperti Darwis Triadi (Photografer), Demien The Illusionist (Magician), Melaney Ricardo (Radio Anouncer), dan DJ Riri (DJ). Mereka datang memberikan Coaching Clinic.
Dengan bertemu langsung dgn mereka, maka anak muda bisa menimba langsung ilmu dari ahlinya. Bagi anak muda yg hobi fotografi dan sulap, atau bercita-cita menjadi seorang DJ (disc jokey) dan penyiar radio, kesempatan ini tentunya tdk akan dilewatkan. Aktivitas dalam obsesiland pun beragam : airsoftgun, trampolin, games and competition, dan lain-lain. Acara musik yg menghadirkan Andra and The Backbone, Tompi, Ebiet Beat A, Rock n'Roll Mafia, Shenja, dan Rocket Rockers sungguh menarik.
Simak komentar Ichad (22), salah satu obsesor dalam Obsesiland. "Acaranya keren dan sangat bermanfaat! Kapan lagi bisa nanya-nanya dan belajar langsung dari seorang DJ Riri?" Ichad datang ke Obsesiland utk mengeksplor obsesinya menjadi seorang DJ. Acara ini seolah mampu menjawab kegelisahan anak muda yg berobsesi utk meraih mimpi sekaligus having fun. Ilmu didapa, ada hiburan tambah semangat, impianpun semakin dekat.
Mimpi Jadi Kenyataan, Selanjutnya?
Namun generasi muda dituntut juga tentang nilai pertanggungjawaban dari sebuah impian. Jika kita menjadi sosok yg kita impikan, apa yg akan kita sumbangkan? Tidak perlu menjadi Mahatma Gandhi atau Alfred Nobel utk memberikan kontribusi kepada masyarakat atau negara. Cukup dgn memberikan apa yg terbaik dari kita tanpa mengharapkan imbalan, akan tampak hasil diluar dugaan.
Singkatnya, utk meraih mimpi, kita harus berani utk menetapkan tujuan, memilih prioritas, dan menggunakan langkah terbaik. Terakhir namun paling penting, segala sesuatu yg anda impikan selayaknya memberikan manfaat bagi orang banyak.[-O-]

Senin, 21 Februari 2011

Benarkah Indonesia Bangsa Yg Berbudaya Tinggi?

Indonesia selama ini disebut-sebut sbg bangsa yg ramah tamah serta memiliki toleransi dan budaya yg tinggi. Pernyataan seperti itu sdh berulang kali kita dengar. Baik dari orang-orang Indonesia sendiri maupun dari orang-orang asing yg berkunjung ke negri ini. Dan, semua itu menjadikan kita bangga menjadi bagian dari bangsa ini.
Namun, seiring dgn perjalanan waktu, dan juga melihat betapa banyaknya peristiwa yg terjadi di Negara ini yg membuat kita bertanya-tanya, benarkah kita bangsa yg ramah-tamah serta memiliki toleransi dan budaya yg tinggi?
Ketika Indonesia masuk ke dalam daftar Negara-negara yg paling korup di dunia, atau sekelompok anggota masyarakat tertentu melakukan kekerasan atau memaksakan kehendak terhadap sekelompok anggota masyarakat lainnya, kita bertanya-tanya benarkah bangsa Indonesia adalah bangsa yg ramah-tamah serta memiliki toleransi dan budaya yg tinggi?
Melihat kekerasan yg dilakukan terhadap kelompok Ahmadiyah serta perusakan gereja dan kekerasan terhadap jemaatnya membuat sulit bagi kita utk dpt menerima pernyataan bahwa bangsa Indonesia ramah-tamah serta memiliki toleransi dan budaya yg tinggi. Argumen yg selalu dikemukakan adalah itu hanyalah ulah sebagian kecil komponen bangsa ini, dan bukan gambaran dari sikap bangsa Indonesia secara keseluruhan. Namun, kerap terjadi kekerasan dan pemaksaan kehendak terhadap sekelompok anggota masyarakat tertentu menjadi pernyataan bahwa bangsa Indonesia yg ramah-tamah memiliki toleransi dan budaya yg tinggi selalu digugat kembali.
Kita ingin percaya bahwa tindakan yg tdk ramah-tamah, tdk toleran, dan tdk berbudaya itu hanya merupakan ulah sebagian kecil dari komponen bangsa ini, tetapi hal itu sulit dilakukan, apalagi melihat ulah dan perilaku orang-orang Indonesia di jalan raya setiap hari. Jalan raya bagaikan rimba belantara, khususnya pd saat jam-jam sibuk, yakni jam-jam berangkat dan pulang kantor. Pada jam-jam itu seakan-akan peraturan dan aturan lalu lintas tdk berlaku.
Ketika kenyataan seperti itu diangkat ke permukaan, tidak sedikit orang yg bersikeras mengatakan, pd hakikatnya, bangsa Indonesia adalah bangsa yg ramah-tamah serta memiliki toleransi dan budaya yg tinggi. Namun,begitu mereka menggunakan atribut (seragam) tertentu, atau mengendarai kendaraan bermotor tiba-tiba orang Indonesia akan menjadi orang yg tdk ramah-tamah, tidak memiliki toleransi, dan tidak berbudaya.
Dgn menggunakan atribut tertentu, seakan-akan orang berhak melakukan apa saja. Lihat saja perilaku dan ulah kelompok-kelompok tertentu di masyarakat akhir-akhir ini. Begitu pula di jalan raya. Lihat bagaimana sulitnya pejalan kaki yg ingin menyebrang jalan. Jangankan di ruas jalan yg tdk memiliki lajur penyebrangan (zebra cross), yg memiliki pun tdk digubris. Para pengguna kenderaan motor sama sekali tidak memedulikan lajur penyeberangan. Pengguna sepeda motor lebih parah lagi, lampu lalu lintas pun seakan tdk berlaku bagi mereka.
Pengendara sepeda motor dan pengendara mobil seperti malas mengerem utk memberikan kesempatan bagi pejalan kaki utk menyebrang atau memberikan kesempatan kepada pengendara lain utk membelok dan melintas di depan sepeda motor atau mobil yg mereka kendarai. Itu adalah pemandangan yg dpt dgn mudah di temui di jalan raya setiap hari.
Lihat juga bagaimana angkutan umum dgn seenaknya sendiri berhenti menunggu penumpang atau dgn tenangnya melaju di jalan yg berlawanan pd saat mobil-mobil di jalurnya mengantre panjang. Tdk sedikit pengendara mobil pribadi yg melakukan hal yg sama. Bahkan, tdk sedikit sepeda motor dan mobil pribadi, termasuk mobil-mobil papan atas , yg melanggar rambu dilarang membelok.
Akan tetapi, jika kita amati dgn seksama, bukan hanya pengendara kendaraan bermotor yg bersikap tdk ramah-tamah, tdk memiliki toleransi, dan tdk berbudaya, melainkan juga pengguna jalan lainnya, seperti pejalan kaki dan pedagang kaki lima. Pejalan kaki lebih memilih membahayakan keselamatan dirinya dan diri pengendara sepeda motor atau mobil drpd menggunakan jembatan penyeberangan. Bahkan, mereka lebih memilih merusak pagar pembatas dan menerobosnyamenggunakan jembatan penyeberangan.
Hal yg sama juga dilakukan pedagang kaki lima. Di pasar-pasar tradisional pedagang kaki lima menggelar dagangannya di badan jalan. Mereka sama sekali tidak peduli bahwa ulah mereka itu menimbulkan kemacetan lalu lintas karena mereka menguasai satu lajur badan jalan. Sisanya, satu lajur lagi, digaunakan angkutan umum utk menunggu penumpang. Antrean kendaraan di belakangnya sangat panjang, tetapi siapa yg peduli.
Dalam rangka memperingati 65 tahun kemerdekaan Indonesia pd tgl 17 Agustus 2010, ada baiknya kita merenung dan melakukan introspeksi : masih bisakah kita menyebut diri sebagai bangsa yg ramah-tamah serta memiliki rasa toleransi dan budaya yg tinggi seperti yg kita gembar-gemborkan selama ini?
Dgn berintrospeksi, kita akan mengetahui kelemahan-kelemahan yg ada dan mencari cara utk memperbaikinya serta mulai mengajarkannya kpd anak-anak kita sejak dini.
Sikap toleran kpd sesama yg paling sederhana yg dapat dilakukan adalah mengajarkan kpd anak-anak kita utk mengantre. Dgn mengantre, kita menunjukkan bahwa kita menghargai org lain yg sdh hadir lebih dulu.
Selama ini kita hanya berhenti sampai pd gagasan-gagasan yg besar saja. Contohnya, kita hanya diajarkan harus menghormati orangtua, orang lebih tua, dan orang lain. Pernyataan ini selalu diulang-ulang setiap kali. Namun, kita tdk pernah diajarkan bagaimana cara melakukannya atau bagaimana rinciannya.
Pd masa lalu kita memiliki tata cara bertingkah laku yg baik. Misalnya, berjalanlah di sebelah kiri, apabila saat menyeberang berdirilah di sebelah kanan orang yg harus dilindungi (anak-anak, perempuan, atau orang yg lebih tua). berikan kesempatan kpd orang yg keluar lebih dulu. Jika menaiki tangga, berjalanlah di belakang orang yg dilindungi atau jika menuruni tangga, berjalanlah di depan orang yg harus dilindungi.
Dgn menengok ke masa lalu, bukan berarti kita mengagung-agungkan masa lalu, atau menafikan bahwa jaman dan kondisi telah berubah. Kita dpt mencari hal-hal yg masih relevan dan dapat ditetapkan utk masa kini. Tentunya dgn melakukan penyempurnaan di sana-sini.
Memberi salam hormat atau tersenyum kpd orang lain hanyalah merupakan langkah awal menuju sikap yg ramah-tamah serta memiliki toleransi dan budaya yg tinggi. Ada banyak rincian tindakan lagi yg perlu menunjang itu. Apalagi utk membuatnya tercermin melalui perilaku dan ulah kita di jalan raya. Dirgahayu RI.[-O-]