Minggu, 23 Mei 2010

Tak Sekedar Membangun Jalan

(Catatan Ekspedisi Susur Selatan Jawa)
Dari data produk domestik regional bruto (PDRB) tahun 2006 diketahui, Jawa bagian Utara mencatat Rp.980, triliun, Jawa bagian tengah Rp.476,1 triliun, sedangkan Jawa bagian selatan Rp. 196, 8 Triliun.

Angka tak jauh beda disampaikan Menteri Pemukiman dan Prasaran Wilayah Soenarno pada rapat dengar pendapat dengan Komisi IV DPR Jun 2004. ”Selama ini PDRB di kawasan utara Jawa
mencapai 88,63 persen, sedangkan dari selatan hanya 11,37 persen. PDRB yg reatif rendah mengindikasikan tingginya kemiskinan," kata Soenarno.
Jawa bagian selatan miskin? Itulah realita di depan mata. Data dan Fakta saling menguatkan. Walaupun sebenarnya ada ada banyak potensi di kawasan itu yg belum di garap. Potensi yg tetap menjadi sekedar potensi bila tak ada langkah nyata.

Jalan Nasional
Salah satu langkah nyata yg diharapkan membangkitkan potensi sekaligus menyejahterakan masyarakat Jawa bagian selatan dari Ujung Kulon hingga hingga Banyuwangi adalah pembangunan jalan.
Infrastruktur jalan diharapkan menjadi urat nadi pergerakan orang dan barang yg mengantarkan barang modal, hasil produksi, hingga wisatawan ke pantai-pantai eksotis di pesisir selatan.
Untuk membangun jalan yg lebih baik, Pemerintah Provinsi Jabar dan pemerintah daerah lainnya di sepanjang pesisir selatan meminta pemerintah pusat mengambil alih jalan lintas selatan (JLS) Jawa dgn panjang total sekitar 1.500 kilometer. Tujuannya agar lebih banyak dana pusat untuk membangun jalan itu.
Di Jabar, dari total JLS sepanjang 421,17 km, hanya ada 44,64 km jalan Nasional. Sisanya adalah jalan provinsi sepanjang 118,78 km dan jalam non status 257,75 km. Harus diakui, jalan nonstatus kerap dibangun dan dipelihara dengan dana pusat.
Kejelasan sekaligus kontinuitas dana diharapkan dari Pemerintah Pusat, terutama jika ingin kualitas jalan mumpuni. Apabila kini dgn rata-rata jalan selebar 4,5 meter jelas perlu ditingkatkan. Terlebih Peraturan Pemerintah No 34 Tahun 2006 tentang jalan menggariskan bahwa lebar jalan kecil sedikitnya 5,5 meter.
”Karena keuangan negara terbatas, yg terpenting membuat jalan lintas selatan dapat dilintasi dulu. Nanti, seiring peningkatan lalu lintas, kami akan perlebar jalan,” kata Danis H Sumadilaga, Direktur Bina Teknik Direktorat Jendral Bina Marga PU.

Sesungguhnya, trase JLS Jawa, terutama di perkebunan-perkebunan, kelokkannya terlalu tajam sehingga harus dihaluskan dengan memangkas bukit atau menimbun jurang. Hal itu, kata Danis, biayanya terlalu mahal.

Untuk meningkatkan ruas menjadi jalan nasional juga tak semudah membalikkan telapak tangan. Selain usulan agar seluruh JLS Jawa jadi jalan nasional, pemda dari seluruh Indonesia juga mengusulkan 10.000-12.000 km
jalan provinsi atau kabupaten menjadi jalan nasional.
Karena itu JLS Jawa harus bertarung dgn rencana jalan di berbagai wilayah di luar Jawa. Harus ada argumentasi matang, mengapa kembali memprioritaskan pembangunan jalan di Jawa ketimbang mengurai keterisolasian daerah luar jawa.
Bulan-bulan ini, PU sedang "pening" menimbang ruas jalan yg layak diangkat statusnya. Penetapan dilakukan dgn surat keputusan Mentri PU hasil evaluasi lima tahunan yg terbit Agustus mendatang.
"Paling banyak kami meningkatkan status 4.000-5.000 km jalan," kata Direktur Bina Marga PU Taufik Widjoyono.

Penyebabnya, tiap pertambahan 1.000 km jalan nasional dibutuhkan tambahan anggaran Rp 750 miliar. Kini ada 34.628 km jalan nasional dengan anggaran hanya Rp. 17 Triliun.

Tak Cukup Jalan
Harus diingat, kemiskinan tak tuntas dengan rampungnya JLS Jawa. Jalan hanyalah jalan, bukan tujuan. Pemda masih harus bekerja keras untuk merangsang pengembangan kawasan, diantaranya meningkatkan kompetensi masyarakat, lalu membangun jalan penghubung dari pusat perekonomian menuju kawasan pedalaman atau pesisir selatan.
Tanpa jalan penghubung yg baik, bagaimana pemda melayani masyarakat dengan lebih baik? Mungkinkah ada hubungan dagang yg efektif? Ambil contoh, JLS Jawa mampu menghubungkan Pelabuhan Ratu dan Pangandaran, tetapi jalur radial dari Cianjur ke Sindangbarang, dari Garut ke Pamengpeuk, juga harus dibenahi agar distribusi barang lancar.
Ekspedisi Selatan Kompas akan menyusuri JLS Jawa. Hal ini bukan sekedar melihat infrastruktur jalan, tetapi sekaligus memotret potensi dan melihat kesiapan pemda untuk mengembangkan ekonomi ketika JLS Jawa tuntas dibangun.
Mungkin sdh saatnya ada kontrak antara PU dan Pemda. Harus ada janji dari pemda seberapa cepat mampu mengembangkan ekonomi suatu wilayah setelah jalan terbangun. Bila tidak, lebih baik memindahkan dana pembangunan jalan ke pemda yg lebih siap, misalnya ke Kalimantan Tengah. Ditengah keterbatasan anggaran prioritisasi adalah salah satu jalan keluar terbaik untuk kebaikan bersama...[-O-]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar