Kamis, 25 Maret 2010

Melihat Sisi Lain Dago

SEBAGAI kawasan yg identik dgn kota kembang, Dago tidak hanya dikenal dgn deretan pohon rindang, jajaran factory outlet, dan kedai makan yg menjajakan beragam masakan. Ada beberapa tempat lain yg dapat dikunjungi terutama bagi mereka yg ingin melihat sisi lain dari Dago. Di curug Dago misalnya.

Dalam bahasa Sunda, Curug berarti air terjun. Sesuai dgn namanya, Curug Dago merupakan sebuah air terjun yg terletak disebelah utara kota Bandung. Dari kantor Gubernur Jawa Barat atau yg lebih akrab disebut Gedung Sate, tempat ini dapat dicapai dalam waktu kurang lebih 45 menit.

Untuk mencapai tempat ini, setiap pengunjung harus rela berjalan kaki menyusuri jalan menurun yg cukup terjal sepanjang kurang lebih satu kilometer.

PRASASTI

Setelah menyusuri jalan menuju curug, bangunan pendopo dan warung yg menjajakan makanan dan minuman ringan akan menyambut setiap pengunjung.. Mereka yg ingin beristirahat sejenak bisa duduk di bangku semen yg ada di bawah rindang pepohonan. Sementara tak jauh dari sana ada jembatan kecil untuk melihat air terjun dari atas.

Menikmati semilir angin dan desir daun disertai gemuruh air terjun tentu menjadi hal yg sangat menyenangkan setelah berpanasan di bawah terik matahari. Dari tempat ini, pengunjung bisa melanjutkan perjalanan menurun beberapa meter yg lebih terjal kalau ingin melihat air terjun dari bawah.

Curug Dago memang tidak terlampau tinggi, hanya sekitar 10 meter. Namun di tengah padatnya lalu lintas, tempat ini bisa menjadi oase untuk sekedar melepas penat.

Meski kebersihan di tempat tersebut belum terjaga, boleh jadi dulunya kawasan ini masyhur dimana-mana, bahkan sampai ke negara tetangga. Hal ini paling tidak dapat dilihat dari dua bangunan yg melingkupi dua batu yg di atasnya terdapat paraf dari dua Raja Thailand. Yang pertama adalah Raja Chulalongkorn dari kedua Raja Prajadhipek (Rama VII)

Raja Chulalongkorn dari Thailand mengunjungi Curug Dago pertama kali pada tanggal 19 Juni BE 2439 (AD 1896). Dalam kunjungan yg kedua kalinya pada 6 Juni BE 2444 (AD 1901). Raja Chulalongkorn menorehkan parafnya yg dilengkapi dgn tahun Ratanakosin (Bangkok Era 120 di atas batu.

Sementara pada tanggal 12 Agustus1929 Raja Prajadipek (Rama VII) dari Thailand mengunjungi Curug Dago untuk melihat batu yg diparaf oleh ayahnya Raja Chualalangkorn. Rajaprajadipek kemudian turut menorehkan parafnya yg dilengkapi dgn tahun BE 2472.

Di tengah padatnya lalu lintas Kota Kembang, terutama pada akhir pekan, Curug Dago boleh jadi merupakan tempat untuk sejenak melihat sisi lain dari Bandung, sambil kemudian menyadari bahwa manusia dan alam memang sudah sepatutnya hidup dalam harmoni.[-O-].

Tidak ada komentar:

Posting Komentar