Sabtu, 03 April 2010

Jangan Pernah Abaikan Diferensiasi

Tidak mudah mengelola sentra rekreasi, apalagi kalau mengharapkan profit. Publik tahu bahwa rekreasi menduduki urutan kesekian dari skala prioritas keluarga. Di sisi lain Mal/plaza yg menawarkan arena rekreasi kini muncul dgn suara menderu. Kompetisi di panggung bisnis mau tidak mau menjadi amat hiruk. Inilah beberapa faktor yg menyebabkan tidak banyak pusat rekreasi di negri ini mampu tetap bersinar.

Di luar negri, hanya Negara-negara yg mampu menjalankan manajemen modern dan pasar domestic luas saja yg mampu bertahan, misalnya di hongkong, RRC dan Malaysia. Di beberapa Negara seperti Jepang, Amerika Serikat, Jerman, Perancis, dan inggris, banyak yg mampu meraih laba, tetapi banyak juga yg terengah-engah akibat tingginya biaya operasi dan mulai jenuhnya bisnis rekreasi.

Dengan latar belakang seperti ini, public bisa heran mengapa sentra rekreasi Ancol di Jakarta Utara setiap tahun masih mampu meraup laba lumayan. Tahun 2008, PT Pembangunan Jaya Ancol mengemas laba bersih sebesar Rp.132 miliar. Perusahaan ini pun berkontribusi pada pajak daerah sebesar Rp 60 miliar, pajak perusahaan Rp. 60 miliar, dan dividen Rp 40 miliar. Omzet total Rp. 860 miliar.

Agaknya Ancol sudah berada di jalan lurus. Dan posisinya sebagai perusahaan publik membuat semua hal serba terbuka. Permintaan sumbangan tidak jelas dari pelbagai lembaga dan pribadi tidak diterima. Adapun permintaan yg jelas harus, harus jelas akuntabilitasnya.

Pengerjaan proyek, kalau ada, harus dilakukan secara terbuka. Ini aspek yg membuat Ancol tidak dibebani banyak biaya siluman.

Apa formula perusahaan ini sehingga profit? Direktur Utama PT Pembangunan Jaya Ancol Budi Karya Sumadi menyatakan memang tidak mudah mengelola pusat rekreasi. Di tengah persaingan ketat, di tengah banyaknya muncul Mal/plaza, dan derasnya aktivitas outdoor, Ancol harus tetap unggul. Rakyat harus tetap mendapat panggung hiburan memadai.

Budi menuturkan, untuk tetap berada di posisi unggul, ia tidak mau main-main dgn urusan kualitas. “Konsumen tdk mau servis setengah-setengah. Konsumen juga ingin produk prima. Itu sebabnya kami selalu fokus,” ujarnya di Jakarta, Jumat (17/4).

Begitu kami tidak fokus, ujar Budi, kastemer Ancol pasti berpaling. Inovasi yg dilakukan, mesti asli, bukan mengepigon kawasan wisata lain. Perawatan atas semua fasilitas mutlak, tidak bisa ditawar-tawar. Ancol tdk boleh mewujud sebagai kawasan butut.

Ke depan, ujar Budi Karya, Ancol akan lebih konsentrasi pada diferensiasi produk dan spesialisasi kegiatan. Misalnya aktifitas outdoor dgn spektrum lebih luas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar