Senin, 01 November 2010

Mengusir Sumpek, Takut dan Trauma

Derai tawa Rizki (8) seperti sulit ditahan. Berkali-kali dia memegang dan memukul-mukul tangan relawan bencana Gunung Merapi utk menahan tawa gelinya. Saat itu relawan dari tim kerja MGR memang sdng berusaha menghibur anak-anak korban letusan Gunung Merapi.
Tawa Riski pecah hanya karena hal sepele, seperti tak mampu menjawab nama binatang yg yg diawali dgn huruf L pada permainan "ABC Lima Dasar" bersama kawan-kawan sedusunnya. Kegiatan ringan ringan tapi cukup menghibur itu dilangsungkan di barak pengungsian di SD Kiaran I, Cangkringan, Sleman, DI Yogyakarta, Minggu (31/10)
Tawa yg lepas itu ternyata mampu membuat Riski melupakan sejenak jenuh dan sumpeknya selama berada di pengungsian bersama orang tua dan kawan-kawannya. Riski berasal dari dusun Kinahrejo, Cangkringan, yg luluh lantak diterjang awan panas Merapi pd 26 Oktober lalu.
Di balik masalah di atas, Rizki juga menyimpan kenangan buruk. Kenangan saat bersama ayah dan ibu serta adiknya yg harus lari dari kejaran awan panas. ”Saat itu sudah mau maghrib dan terdengar suara serene peringatan erupsi gunung berapi, ”tuturnya.
Saat itu, lanjut Rizki, bibinya meminta agar semuanya tenang dan tdk panik. ”Tapi, karena bunyi sirene diikuti padamnya linstrik, kedua orang tua saya langsung menarik saya berlari keluar dari dusun,” ujar bocah yg sedusun dgn juru kunci Merapi, Mbah Maridjan.

”Ada suara gemuruh juga. Suaranya kencang sekali. Saya takut sekali, tetapi ayah dan ibu menyuruh saya lari sekencang-kencangnya,” cerita Rizki dgn mimik ketakutan.

Teman bermainnya, Puteri Lestari (8) masih beruntung karena dpt melarikan diri dari kejaran awan panas, yg di daerah itu lebih dikenal dgn wedus gembel, bersama kedua orang tuanya dgn sepeda motor. Dia mengaku sat itu tdk terlalu merasa takut karena ibunya memintanya agar tenang. ”Sebenarnya saya takut sekali,” ujarnya.

Sri Rahayu (35), ibu Putri mengatakan, saat itu memang semuanya panik, tetapi dia tetap meminta anaknya tdk ikut panik. ”Kasihan kalau dia ikutan panik, nanti malah ketakutan terus. Padahal, kami kan tinggal digunung,” katanya.


Tidak Betah
Hampir setiap anak dusun Kinahrejo yg mengungsi itu mengaku tidak betah berada di pengungsian. Mereka ingin bersekolah kembali agar dapat bermain bersama teman-temannya. Sidik (7) yg kelihatan ceria karena kerap berlari dan melompat di sekitar teman-temannya pun mengaku ingin segera kembali ke sekolah. "Enggak betah di sini. Enggak enak," katanya.
Keinginan Sidik dan anak pengungsi lainnya itu tentunya tak mungkin diwujudkan segera sebab sekolah mereka, SD Negri Pangukrejo, yg berada tak jauh dari dusun Kinahrejo sdh tak beraktivitas sejak Merapi erupsi. Menurut sejumlah pengungsi, sekolah itu saat ini pun tutup karena rawan luncuran awan panas
Sejak mengungsi, demikian Ketua RT 04 RW 02 Dusun Kinahrejo Budiman, belum ada upaya satu pemerintahpun untuk memulihkan trauma anak-anak akan erupsi Gunung Merapi. Bahkan televisipun tdk disediakan di tempat pengungsian. Para pengungsi harus menghibur diri sendiri, termasuk menghibur anak-anak mereka.
Terlebih,lanjutnya, hampir semua pengungsi dari dusun Kinahrejo, yg bermata pencarian sebagai peternak sapi perah, sdh tak memiliki ternak lg karena mati terkena awan panas. "Nyaris, kami ini sama sekali tak memiliki kegiatan karena ternak kami pun sdh mati semua," kata Budiman.

Pemulihan Trauma
Suluh Pamuji (23), koordinator relawan utk pemulihan trauma anak korban bencana erupsi Gunung Merapi dari Tim Kerja Marto Golek (TKMG), mengatakan, seharusnya pemerintah dapat mengutamakan terapi pemulihan trauma anak-anak korban bencana erupsi Merapi dari Dusun Kinahrejo sebab mereka mengalami langsung luncuran awan panas yg menerjang dusun tempat tinggal mereka.
"Kehadiran kelompok kami di tengah anak-anak pengungsi Dusun Kinahrejo ini sebenarnya utk observasi. Tdk semua anggota tim bisa segera datang karena harus kuliah," kata Pramuji seraya menjelaskan, anggota TKMG terdiri atas mahasiswa filsafat UGM dan Institut Seni Indonesia Yogyakarta.
Ia berharap ada tim yg dapat memberikan pelajaran bagi anak-anak pengungsi Merapi. "Biar mereka tak jenuh sehingga merekapun tdk bertindak aneh-aneh akibat kejenuhannya selama di pengungsian," kata Pamuji lagi.[-O-]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar