Rabu, 11 Agustus 2010

Senyum Martin di Tengah Kemacetan Jakarta

Lima hari terakhir, pemandangan kontras terlihat di Jakarta. Sterilisasi menyebabkan jalur Bus Transjakarta bebas hambatan, tetapi pengguna jalur reguler dipaksa terbebat kemacetan yg membuat frustasi.

Kamis (5/8) pagi, Martin yg biasanya menyetir mobil menuju jalan Jendral Sudirman justru mengarah ke Barat menuju Ragunan. Warga Jagakarsa, Jaksel itu, ingin membuktikan tentang berita laju bus Transjakarta yg lebih cepat dari pada biasanya.

Mobilnya diparkir di dekat kebun Binatang Ragunan dan Martin berjalan ke arah halte bus Transjakarta di Terminal Ragunan, ujung Koridor VI Ragunan-Dukuh Atas. Uang pembayar tiket tersedia di sakunya dan dompet masuk ke tas utk menghindari copet.

”Saya ingin mencoba angkutan massal yg katanya sdh lebih cepat karena sterilisasi ini. Saya sdh bosan terjebak kemacetan dan harus membayar Joki saat menuju ke jalan Sudirman,” kata Martin yg menjadi asisten manajer perusahaan yg berkantor di Chase Plaza.

Hanya menunggu sepuluh menit, Martin sdh memasuki bus dan terpaksa berdiri karena tdk kebagian tempat duduk. Sepanjang jalan Martin terus tersenyum saat melihat ratusan kenderaan terjebak macet di Jakarta Mampang Prapatan.

Banyaknya persimpangan jalan, padatnya kendaraan pribadi, dan tidak teraturnya kendaraan umum yg sering berhenti di sembarang tempat membuat jalan itu tidak lepas dirundung macet. Namun bus transjakarta dpt melaju kencang karena semua celah bagi kendaraan pribadi utk menerobos dijaga polisi, petugas dinas perhubungan, dan satpol PP.

Senyum Martin makin mengembang saat melihat jam tangannya. Perjalanan Ragunan ke Dukuh atas hanya butuh waktu 50 menit. Jauh lebih cepat dari pada perjalanan dgn mobil yg membutuhkan waktu sampai lebih dari dua jam.

Menurut perhitungan BLU Transjakarta, sterilisasi membuat waktu tempuh bus Transjakarta meningkat pesat dari rata-rata 85 menit menjadi 50 menit dari Ragunan ke Dukuh Atas dan sebaliknya.

Bus Transjakarta yg melayani rute Ragunan-Kuningan bersama tiga koridor lain, yaitu Kalideres- Pasar Baru, Kampung Melayu-Ancol dan Blok M-Kota, memang menjadi sasaran utama kebijakan sterilisasi. Kebijakan ini ditelurkan Pemprov DKI Jakarta dgn harapan mampu mengurai kemacetan parah yg selalu terjadi di Jakarta.


Fasilitas Minim

Namun, selain keempat Koridor itu, kondisi yg menyiksa dirasakan baik oleh pengguna jalur reguler maupun pengguna kendaraan pribadi. Bus Transjakarta di Koridor VIII Lebak Bulus-Harmoni, misalnya, selalu terjebak kemacetan. Mulai dari pagi sampai malam, jalur khusus bus yg diberi karpet merah dan tdk memiliki pemisah jalan itu tidak pernah berhenti diterobos kendaraan pribadi.

Sebagai angkutan massal yg diharapkan dpt melaju cepat, bus Transjakarta Koridor VIII justru melaju sama lambatnya dgn kendaraan pribadi. Karena tdk menjadi bagian dalam program sterilisasi, jalur bus Transjakarta hanya dijaga sedikit petugas di jalan Sultan Iskandar Muda.

Polisi yg sering menilang penerobos jalur bus transjakarta juga jarang terlihat beroperasi di Koridor VIII. Koridor ini bagaikan anak tiri BLU Transjakarta karena jumlah busnya terbatas dan jalurnya paling banyak diterobos oleh kendaraan pribadi.

Keruwetan di jalur reguler juga terlihat di jalan Daan Mogot, Jakarta Barat. Pengguna sepeda motor yg tergencet kemacetan nekat menggunakan jalur pedestrian yg ada di sisi jalan. "Kalau jalannya enggak macet, ya enggak lewat sini," katanya.

Fasilitas Park and ride yg seharusnya ada utk memudahkan pengguna bus transjakarta pun ternyata belum memadai. Di terminal Kalideres, lokasi park and ride berada di bagian belakang terminal dan tertutup bus-bus antar kota antar provinsi yg perkir. Tdk ada plang besar atau papan petunjuk arah utk memberi tahu adanya park and ride dan mengundang masyarakat memanfaatkan sarana tsb.

Lahan park and ride di sebelah Terminal Kampung Rambutan, Jakarta Timur, tampak merana dan sepi pengguna. Selain tak dilengkapi dgn papan petunjuk, bentuk lahanpun menyulitkan kendaraan yg hendak masuk ke sana dan rawan banjir. Pintu masuk kendaraan ke lahan itu terlalu sempit dgn belokan terlalu tajam. Lahan rawan banjir karena dibuat lebih rendah dari dataran sekelilingnya.

Hanya di Ragunan, fasilitas park and ride berfungsi optimal. Lebih dari kendaraan, mobil atau spd motor tertampung di sini. Selain masalah fasilitas, keberadaan bus transjakarta yg belum menjangkau seluruh wilayah kota dan belum terinterigasi dgn moda transportasi lain menyebabkan warga enggan menggunakannya.

Wijaya (22), warga Tanah abang yg bekerja di kawasan Gajahmada, Jakpus, dan Anwar (26), warga kampung Lebak Pasir, Pejaten, Jaksel, yg bekerja di karet, Jakpus, mengatakan, dari rumah ke tempat kerja, mereka setidaknya butuh tiga kali ganti angkutan umum. Kalau pakai angkutan umum, Anwar harus mengeluarkan uang Rp.7.500-Rp9.000 sekali jalan. Sementara dgn Rp.9.000 itu, ia bisa membeli bensin dan memakai sepeda motornya pergi pulang kerja selama dua hari.


Tidak Sempurna

Penerapan sterilisasi jalur khusus bus transjakarta, menurut pengamat perkotaan Yayat Supriyatna, memang sebuah kebijakan tak sempurna. Kebijakan yg muncul akibat tekanan dan tdk didukung kebijakan lain yg menunjang. Akibatnya, muncul kesenjangan tajam di jalanan.

Namun, masih ada waktu utk memperbaikinya. Pemprov DKI diminta segera melengkapi fasilitas yg dibutuhkan. Sementara pemerintah pusat wajib mendukung dgn mempermudah upaya integrasi dgn moda transportasi lain, seperti kereta api, dan secara bersama menata sistem transportasi Jabodetabek.[-O-]



Tidak ada komentar:

Posting Komentar